PPP Ajukan Gugatan Baru ke MK Terkait Ambang Batas Parlemen

04 July 2024 - 10:33WIB

Pengurus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (9/7/2019) sore . Pantauan Kompas.com, para pengurus PPP tiba di Istana Bogor pukul 15.30 WIB.
Pengurus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (9/7/2019) sore . Pantauan Kompas.com, para pengurus PPP tiba di Istana Bogor pukul 15.30 WIB.

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sedang berupaya untuk mencapai kursi di Senayan, meskipun enam gugatan sengketa hasil Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 yang mereka ajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) ditolak. Kali ini, PPP melalui salah satu anggotanya, Didi Apriadi, mengajukan permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ke MK, terkait ambang batas parlemen. Dalam sidang di Gedung 1 MK, Jakarta, Rabu (3/7/2024), Didi Apriadi yang diwakili oleh kuasa hukumnya, M. Malik Ibrohim, mengkritik ketentuan yang menyatakan bahwa partai politik harus memperoleh minimal empat persen suara sah secara nasional untuk dapat mendapatkan kursi di DPR.

Menurut Malik, PPP merasa dirugikan karena pada Pileg 2024 mereka hanya mendapatkan 5.878.777 suara dari 84 daerah pemilihan, setara dengan 3,87 persen, yang artinya mereka tidak memenuhi ambang batas parlemen. Malik mengatakan bahwa Pasal 414 Ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 telah mengakibatkan PPP kehilangan kesempatan untuk mendapatkan kursi di DPR, dan suara mereka di Pileg dianggap sia-sia.

Malik menegaskan bahwa permohonan ini bukan sekadar pengulangan perkara yang sudah diputus sebelumnya, dan mempertanyakan kesetaraan antara suara pemilih dan representasi partai politik di DPR.

Didi Apriadi meminta MK untuk menyatakan bahwa Pasal 414 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berlaku mulai dari Pemilu DPR 2024.

MK menanggapi permohonan ini dengan memberikan waktu kepada Didi Apriadi dan kuasa hukumnya untuk memperbaiki alasan permohonan mereka hingga tanggal 16 Juli 2024.

Artikel ini telah terbit di kompas.com