Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa pengadaan alat pelindung diri (APD) Covid-19 menggunakan dana dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah terlibat dalam praktik korupsi. Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menyebutkan bahwa pelanggaran hukum ini diduga terjadi pada tahun 2020. “Pengadaan APD di Kementerian Kesehatan menggunakan Dana Siap Pakai dari BNPB tahun 2020,” kata Tessa dalam pernyataannya kepada pers pada Kamis (4/7/2024).
Tessa menjelaskan bahwa KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Namun, identitas mereka akan diumumkan nanti setelah tahapan penyidikan selesai.
Dalam kasus ini, para pelaku diduga telah melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian keuangan negara. “KPK menetapkan tiga tersangka dengan dugaan kerugian negara sebesar Rp 300 miliar,” kata Tessa. Salah satu tersangka, Budi Sylvana, mengakui bahwa dia merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan tersebut, meskipun hanya sebagai PPK pengganti yang ditunjuk oleh atasan di Kemenkes.
Budi menyatakan bahwa sebagai PPK, dia hanya bertanggung jawab untuk melaksanakan pembayaran sesuai dengan harga yang telah ditetapkan oleh BNPB. Proses penetapan harga APD Covid-19 tersebut dilakukan oleh pihak BNPB. “Saya bukan yang menetapkan harga, karena saya hanya PPK pengganti,” ucap Budi ketika ditemui di Gedung KPK, Jakarta, pada Rabu (26/6/2024). “Prosesnya berada di BNPB. Saya hanya PPK pengganti,” tambahnya. KPK telah melakukan tindakan penyitaan dan penggeledahan secara paksa dalam kasus ini. Belakangan ini, KPK mengumumkan bahwa mereka telah menyita enam unit rumah dan dua apartemen senilai Rp 30 miliar dari tiga tersangka. Selain itu, penyidik juga berhasil menyita mobil, sepeda motor, alat face recognition, dan robot pembasmi virus Covid-19. “Penyidik KPK saat ini masih terus menginvestigasi aset-aset lain yang diduga berasal dari dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus ini,” kata Tessa.
Artikel ini telah terbit di kompas.com